PMM 4 Kelompok Bawakaraeng Kunjungi Kawasan Adat Kajang

UIM NEWS – Mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM 4) Batch 4 Universitas Islam Makassar (UIM) Al-Gazali melakukan kunjungan ke Kawasan Adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sabtu (20/04/2024).

Kawasan adat Kajang dipilih sebagai salah satu lokasi kunjungan kegiatan Kebhinekaan 5 yang telah diagendakan dalam Kerangka Logis PMM. Masyarakat Suku Kajang yang dikenal sebagai suku tertua, bermukim di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Kawasan adat Kajang di Kabupaten Bulukumba didiami oleh masyarakat suku Kajang, berjarak 200 kilometer dari Kota Makassar. Jarak tempuh yang dibutuhkan ke kawasan adat Kajang memakan waktu tempuh lebih kurang 6 jam.

Masyarakat Suku Kajang dikenal dengan kehidupannya yang bersahaja, penuh kesederhanaan. Ciri utamanya dapat dikenali dengan pakaian yang serba hitam, yang terdiri dari “Lipa’ Leileng dan passapu” atau satuny hitam dan penutup kepala.

Mahasiswa PMM Bacth 4 melalui kegiatan kebhinekaan ini diperkenalkan keragaman suku dan bahasa di Indonesia. Mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Bawakaraeng sebanyak 22 orang mahasiswa dari 22 kampus yang berasal dari pulau sumatra, pulau jawa dan kalimantan diajak untuk menyelami secara langsung kehidupan masyarakat Suku Kajang dan bertemu langsung dengan Bohe Ammatoa, pemimpin tertinggi masyarakat Suku Kajang.

Dalam pertemuan tersebut, Ammatoa menyampaikan Pasang Ri Kajang, atau nasehat orang Kajang “A’lemo Sibatu, A’bulo Sipappa, Tallang Sipahua, Manyu’ Siparampe”. Pesan ini bermakna “Menyatukan tekat kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama, saling tolong menolong dalam kesusahan, Saling memberi semangat, dan Saling mengingatkan ke jalan yang benar.

Alkhaisar Jainar, salah satu tokoh pemuda adat Suku Kajang “Pasang Ri Kajang sebetulnya kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia tidak terlalu mendalam, karna Pasang tersebut memiliki makna yang sangat jauh lebih mendalam dari yang diterjemahkan. Dan Pasang Ri Kajang tidak hanya tentang kehidupan, tapi juga tentang kematian atau “a’linrung”, juga tradisi dan kebudayaan lain yang telah menjadi nilai hidup masyarakat.

Nasrum Lamu, narasumber pada kegiatan Refleksi menyampaikan “Masyarakat adat Kajang menjunjung tinggi adatnya, bagi yang melakukan pelanggaran adat akan menerima sanksi sesuai dengan jenis pelanggarannya, salah satu sanksi yang sering diberlakukan adalah denda. Misalnya, menebang satu pohon akan dikenai sanksi denda 2 Real, atau 2 juta dalam bentuk rupiah.

Untuk masuk ke kawasan adat, pengunjung dipersyaratkan beberapa aturan, yaitu berpakaian serba hitam, tidak menggunakan alas kaki, dan dilarang mengambil dokumentasi pada batas kawasan yang ditentukan.

Sementara itu, Dosen Modul Nusantara, Muhajirin, menambahkan kunjungan bertujuan selain mengenalkan kehidupan suku Kajang beserta aturan-aturan adat dan sanksinya, mahasiswa juga dapat mendalami makna ketaatan masyarakat terhadap kepimpinan,

“Karna pemimpin atau Ammatoa adalah jabatan seumur hidup dan selama itu pula masyarakat akan mematuhi semua hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh adat,” jelasnya.

Kunjungan berlangsung selama 2 jam dipimpin oleh ketua kelompok Bawakaraeng, Yesi Aprilia dari Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang Jawa Timur.