UIM NEWS – Universitas Islam Makassar gelar Halal bi Halal yang dilaksanakan di Auditorium KH Muhyiddin Zain, Rabu (26/04/2023).

Dalam kegiatan ini turut hadir Ketua MUI Sulawesi Selatan AG. Prof Dr H. Najmuddin H Abd Safa, MA, Rektor UIM Dr. Ir. Hj. A. Majdah M Zain, M.Si, Wakil Rektor I Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H, Wakil Rektor II Dr. Ir. Musdalipah, M.Si, Wakil Rektor III Dr. H. Nurdin, S.H., M.H, Wakil Rektor IV Dr. KH. Ruslan Wahab, MA dan segenap Civitas Akademika Universitas Islam Makassar.

Mengawali sambutannya, Dr. Ir. Hj. A. Majdah M Zain, M.Si selaku rektor UIM menyampaikan bahwa Halal Bi Halal ini menjadi sebuah tradisi di UIM yang dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri.

“Halal bi halal ini menjadi tradisi untuk segenap civitas akademika universitas islam makassar yang selalu dilaksakanan setelah Hari Raya Idul Fitri”, Ucap Majdah.

“Hari ini merupakan, hari pertama masuk kerja, sengaja dilaksanakan Halal bi Halal untuk seluruh civitas akademika Universitas Islam Makassar saling memberi maaf dan saling menghalalkan kesalahan satu sama lain.” Tambahnya.

■ Teladan Akhlak dan Karakter Kepemimpinan

UIMsmart News — AG Muhyiddin dikenang sebagai pejabat yang membatasi diri dalam memakai fasilitas negara yang dipinjamkan kepadanya. Fasilitas yang menonjol ketika itu adalah rumah dinas yang merupakan aset Pemerintah Daerah setempat dan mobil dinas. menurut penuturan teman sejawat, Ia sering menggunakan angkutan umum pergi ke kampus.

Dan pada saat berhenti sebagai rektor ia segera mengembalikan kendaraan dinas berupa Toyota sedan. Peristiwa itu berkesan bagi sebagian mahasiswa pada saat itu yang sempat diceriterakan oleh seorang mahasiswa senior. 

AG Muhyiddin sering mengemudikan sendiri mobil Jeep yang sudah dimakan usia pergi ke kampus IAIN di Makassar pada saat baru pulang dari Cairo. Menurut penuturan Hj. Andi Ukdah, mengutak atik kendaraan dan menyetir sendiri kendaraan ke daerah merupakan salah satu kesenangan AG Muhyiddin.

Pengendalian diri tidak hanya dalam hal pemanfaatan fasilitas jabatan, AG Muhyiddin juga menahan diri dalam hal jabatan yang dipandangnya tidak tepat. Ia menolak ketika ditawari untuk memimpin kembali Fakultas tarbiyah. Ia merasa tidak pada tempatnya, dirinya yang sudah pernah memimpin institut turun memimpin fakultas.

Prinsip seperti ini menjadi sangat penting untuk direnungkan oleh banyak orang di tengah hiruk pikuk percaturan politik untuk memperebutkan jabatan melalui mekanisme pemilihan. beberapa orang yang sudah menduduki jabatan tertentu, mencalonkan diri kembali untuk memperebutkan jabatan yang lebih rendah dari jabatan yang mereka duduki sebelumnya. 

Pengakuan masyarakat luas maupun ulama terhadap integritas pribadi dan keilmuan AG Muhyidin dapat dilihat dari kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk menjadi Ketua Umum Yayasan Mesjid Raya Makassar/Ujung Pandang. Mesjid Raya Makassar pada waktu itu merupakan mesjid terbesar dari ukuran maupun jumlah jamaah yang menunaikan ibadah salat.

Khutbah Jumat dan ceramah agama pada bulan suci Ramdhan di mesjid ini biasanya disiarkan secara langsung melalui RRI Makassar. KH Muhammad Ahmad  menilainya sebagai orang yang ibadahnya baik, rajin menunaikan salat jamaah Subuh di Mesjid Raya, meskipun tempat tinggalnya berada pada jarak sekitar dua kilometer dari mesjid.

AG Muhyiddin dinilai sebagai pemimpin yang tidak otoriter dalam mengemukakan pendapat. Ia tergolong visioner dalam rangka pengembangan institusi. Ia mengajak teman sejawat untuk menjadi pribadi yang maju. Ia mengajak dosen untuk mengembangkan metode pembelajaran dan menumbuhkan suasana akademik. Komunikasi dengan teman sejawat bagus, suka membimbing. Ia memiliki jiwa kepemimpinan yang kharismatik.

Kharisma yang kuat itu terlihat dari kemampuannya menyelesaikan masalah yang timbul di kampus. Kata Prof. Dr. H. Iskandar Idy, M.Ag., pada masa itu ada pernyataan yang terkenal, “Kalau Pak Muhyiddin sudah memanggil mahasiwa, urusan sudah selesai.” Ia menambahkan bahwa Pak Muhyiddin memberikan teladan bagi mahasiswa dari segi keilmuan dan spirit untuk maju.

Kepeloporan yang dikembangkan oleh AG Muhyiddin terlihat ketika ia mendorong pengembangan majelis taklim pada akhir dekade tahun 1960-an di Makassar. Dorongan itu ia sampaikan kepada salah seorang aktivis Fatayat NU pada masa itu yang bernama masating (Dra.hj). beliau terinspirasi ketika baru pindah ke Makassar dari Yogyakarta.

Ia bertetangga dengan penganut agama Kristen di Jalan Ahmad Dahlan, yang pada setiap Kamis malam menyanyikan lagu-lagu rohani. Menrut Andi Mukramin SE ayahnya turut memberi andil pada penyelenggaraan MTQ nasional yang pertama kali di Makassar pada tahun 1968. Sejak MTQ I yang disusul even serupa berikutnya ayahnya selalu aktif berpartisipasi sebagai anggota dewan hakim.

AG Muhyiddin telah menunjukkan semangat dan perjuangan untuk memajukan pendidikan Islam di Sulawesi Selatan, terutama pendidikan tinggi. Ia menunjukkan kepeloporan sebagai sarjana agama pertama kelahiran Sulawesi Selatan, jebolan perguruan tinggi agama, dalam kondisi sosial yang tidak mudah.

Dedikasinya dalam rangka pembinaan umat dan masyarakat melalui pendidikan dan dakwah membuahkan hasil yang nyata karena diteruskan oleh generasi pelanjut. Kemajuan lembaga pendidikan yang ia dirikan dan perguruan tinggi yang pernah ia pimpin menjadi bukti dari suatu kepemimpinan yang efektif.

Kualitas keilmuannya diakui oleh teman sejawat, masyarakat luas, dan pakar terkait dari luar negeri. Ia menampakkan karakter yang kuat sebagai pemimpin yang kharismatik, mempunyai relasi yang baik dengan pejabat pemerintah daerah, sesama pimpinan perguruan tinggi, pemuka agama Islam dari berbagai golongan. Ia disenangi banyak pihak, dicintai oleh orang-orang di lingkungan sekitar, dan disegani oleh mahasiswa di kampus sendiri dan warga kampus pada umumnya.■ selesai/fir

*) Sumber: Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)

UIMsmart.News — Penguasaan AG Muhyiddin dalam bahasa Arab diketahui oleh masyarakat luas, sebab ia sering bertugas sebagai interpreter di Masjid Raya Makassar. Dalam menjalankan tugas ini, ia biasanya berdiri di samping pembicara mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh pembicara. 

Setelah berselang beberapa waktu, tiga sampai lima menit, ia diberi kesempatan oleh pembicara untuk menerjemahkan. Dalam menjalankan peran itu, sama sekali tidak menggunakan kertas untuk mencatat, bertumpu sepenuhnya pada ingatannya terhadap apa yang baru saja ia dengar. 

Karena itu, ada jamaah yang pernah menyaksikan berkomentar, bahwa sepertinya ia lebih pandai dari orang yang pidatonya diterjemahkan itu. Sebab, ia mengetahui apa yang dipidatokan orang lain. 

Kemampuan AG Muhyiddin menjalankan peran sebagai interpreter agaknya diakui oleh banyak orang. walaupun di antara tokoh agama dan ulama yang hadir masjid terdapat alumni Timur Tengah, namun peran sebagai interpreter biasanya diberikan kepada beliau. 

Pengakuan terhadap penguasaan AG Muhyiddin di bidang bahasa Arab ditandai juga dengan pengangkatan beliau sebagai dosen bahasa Arab di IAIN Sunan Kalijaga. Ia dikenal sebagai asisten dari Prof. Dr. Ahmad Syalabi, dosen bantuan Mesir untuk IAIN Yogyakarta.

Prof Ahmad Syalabi dikenal banyak orang di lingkungan perguruan tinggi agama Islam, sebab ada beberapa buku karangannya disediakan di perpustakaan, seperti di perpustakaan IAIN

Alauddin pada waktu itu. Kedekatan AG Muhyiddin dengan Prof. Ahmad Syalabi, tidak hanya terjalin dalam hubungan dosen dan mahasiswa, dosen dan asisten, tetapi mereka pernah menempati rumah yang sama di Yogyakarta.

Pengakuan akan penguasaan AG Muhyiddin dalam bidang bahasa Arab memungkinkan ia diterima sebagai mahasiswa program S3 di Universitas Al-Azhar, kerja sama antara perguruan tinggi agama di lingkungan Departemen Agama dengan universitas tersebut. 

Ia menjelaskan bahwa ia termasuk salah seorang peserta program tersebut dari Indonesia yang diberi kesempatan untuk langsung menulis disertasi, sementara beberapa mahasiswa lainnya diharuskan mengikuti bimbingan dalam bentuk tatap muka.

Selama mengikuti program doktor tersebut ia pernah diberi kesempatan untuk menyampaikan khutbah di salah satu mesjid di kota Cairo. menurut penuturan Hj. Andi Ukdah (78 tahun), usai menyampaikan khutbah, ia mendengar pujian jamaah yang mengikuti khutbah tersebut dari segi kefasihan dan isi khutbah. 

Peristiwa itu terjadi pada saat Andi Ukdah diajak AG Muhyiddin mampir di Cairo setelah bersama-sama menjalankan ibadah haji di tanah Suci Makkah. 

Harapan untuk meningkatkan penguasaan bahasa Arab di kalangan mahasiswa dilakukan pula AG Muhyiddin dengan mendatangkan dosen bantuan dari Universitas Al-Azhar Cairo yang ditempatkan di kampus IAIN pusat di Makassar dan fakultas cabang di daerah. 

Perhatian yang ia tunjukkan terhadap dosen bantuan ini sangat besar. Menurut penuturan AG HM Sanusi Baco, AG Muhyiddin pernah bersama dengan beliau melakukan kunjungan ke Watampone karena mendengar kabar bahwa dosen bantuan yang ditugaskan di Fakultas Syariah di kota itu jatuh sakit. 

Kunjungan itu dimaksudkan untuk memberikan semangat menjalankan tugas yang sudah dijalani di tempat itu kurang lebih dua tahun. Momen ketika itu dimanfaatkan juga untuk mengunjungi kerabatnya di Kabupaten Wajo yang baru saja dilanda musibah kebakaran.

Selain dari peristiwa itu, kepedulian terhadap orang lain merupakan salah satu sifat yang melekat pada diri beliau. Bahkan secara umum, ia sering mengajak orang lain untuk sama-sama meraih kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Ia suka memberi bimbingan dan motivasi, kepada yuniornya di kampus maupun organisasi. 

Terdapat sejumlah kenangan yang mengesankan tentang AG Muhyiddin dari sejumlah orang yang bergaul banyak dengannya. AG HM Sanusi Baco, Ketua Umum Majelis Ulama Provinsi Sulawesi Selatan, menilai AG Muhyiddin sebagai tokoh NU yang moderat.

Sewaktu menjabat sebagai rektor IAIN Alauddin ia merangkul orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, dari NU maupun Muhammadiyah.

Pernyataan yang maksudnya kurang lebih sama disampaikan oleh Prof. Dr. H Abdurahman Idrus, MPd., tokoh PMII yang pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Koordinator Cabang PMII Sulawesi Selatan. Pada masa beliau menjadi rrektor, ia memberi kesempatan orang-orang di luar NU untuk menjadi wakil rektor maupun sebagai tenaga dosen.

Dalam ungkapan yang lain, Prof. Dr. Andi Rasdiana mengatakan bahwa dalam memimpin ia tidak pilih kasih, dan tidak menimbulkan sekat-sekat perbedaan dalam berinteraksi dengan teman-teman sejawat dan stafnya. Sikap seperti itu dikenang oleh banyak orang yang merasakan dan menyaksikan suasana kampus sekarang yang sering diwarnai dengan pengelompokan yang tajam di antara dosen dan persaingan yang tajam untuk memperubutkan kursi pimpinan di tingkat institut/universitas dan fakultas.■ bersambung/fir

*) Sumber: Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)

UIMsmart News — Universitas Islam Makassar (UIM) melaksanakan puncak Haul ke-42 Allahyarham AGKH Muhyiddin Zain, di Auditorium UIM, Minggu, 31 Januari 2021. Haul ini juga diperingati pada momentum hari lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) yang ke-95. Gubernur Sulsel, Prof HM Nurdin Abdullah turut hadir via virtual.

Kegiatan yang mengangkat tema Tokoh NU dan Peletak Dasar Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan ini dimulai pada pukul 15.00 Wita. Kegiatan diawali dengan tahlilan yang dipimpin oleh Ustadz Maskur Yusuf, kemudian Salat Ashar dan selanjutnya puncak acara Haul.

AG KH Muhyiddin meninggal pada 26 Januari 1979. Merupakan tokoh NU generasi kedua di Sulsel, yang meletakkan dasar-dasar pendidikan tinggi di Sulsel hingga ke Timur Indonesia.

Dalam dunia pendidikan, ayah dari Rektor UIM DR Hj Majdah M Zain itu merupakan Rektor ke-2 IAIN (UIN) Alauddin (UIN), pendiri dan Rektor pertama UNNU, lalu kemudian UNIZAL, saat ini UIM.

Majdah M Zain mengatakan, haul ini menjadi momentum untuk melanjutkan pendidikan dan tonggak yang dipancangkan almarhum bagi Pendidikan Tinggi Islam.

“Kita bernostalgia terutama pada hal positif yang kita jadikan panutan untuk berbuat lebih baik ke depan,” kata Majdah.

Sedangkan, Nurdin Abdullah menyampaikan, mewakili pemerintah dan juga masyarakat atas peringatan haul yang dilaksanakan.

“Atas nama pemerintah dan masyarakat Sulsel saya mengucapkan haul allahuyarham KH Muhyiddin Zain ke-42. Semoga momentum ini menjadi motivasi untuk mendukung peran ulama dan para guru kita agar bisa tetap eksis dengan melakukan pembinaan keagamaan sebagai khadimul ummah (pelayan umat) dan berdakwah menyebarkan ajaran agama bagi masyarakat Sulsel,” kata Nurdin Abdullah.

Untuk itu, haul ini sebagai momentum merefleksikan diri mengenang dan sekaligus meneladani sosok yang lahir di Soppeng pada 26 Januari 1927 ini. Nurdin menyebutkan bahwa sosoknya adalah ulama besar yang dipilih oleh Allah SWT untuk meneruskan dakwah Rasulullah SAW.

“Sosok ulama dan pendidik yang sarat dengan keteladanan dalam menyebarkan agama Islam dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan,” ujar Nurdin.

Walaupun terpaut masa pada kehidupan ulama ini, Nurdin mengharapkan agar keteladanannya dapat dipelajari.

Nurdin mengaku mendapatkan gambaran sosok Muhyiddin Zain dari mertuanya yakni Prof Dr Ir Fachrudin (mantan rektor Unhas). Demikian juga kedekatan Majdah Zain dengan istrinya, Lies F Nurdin yang pernah tinggal bersama. Juga dengan sahabatnya mantan Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu’mang yang merupakan suami dari Majdah Zain.

“Saya kira sosok beliau selalu hadir dan mewarnai kehidupan kita, baik kepada pada kerabat dan santrinya. Tidak terasa telah 42 tahun kita telah ditinggalkan oleh seorang tokoh besar yang telah sangat berjasa dalam pembangunan pendidikan tinggi agama Islam di Sulsel,” ucap Nurdin.

Ia menjelaskan, Muhyiddin Zain adalah orang pertama di Sulsel yang meraih gelar sarjana di perguruan tinggi agama. Kemudian mendirikan dan memimpin lembaga pendidikan Islam. Diantaranya pondok pesantren, Universitas Islam Makassar (UIM), dan menjadi rektor kedua dari IAIN Alauddin Makassar.

“Sehubungan dengan haul ke-42 ini, mari kita kenang jasa beliau termasuk kampus UIM untuk mencetak sumber daya manusia berkualitas dan mendidik anak-anak bangsa yang menjadi kunci sukses masa depan Indonesia,” harap Nurdin.

Prakarsa dan inisiatif AGKH Muhyiddin Zain dan kepeloporannya menunjukkan betapa sangat konsisten berjuang untuk kepentingan peningkatan sumber daya manusia dan pembangunan keagaaman. Tidak yang hanya ikut serta mendonasi untuk insititut pendidikan yang ada, tetapi juga membantu secara langsung memberikan pembelajaran kepada santri semasa hidupnya.

Motivasi dari keimanan serta ketakwaan dari para ulama seperti yang ditunjukkan oleh Muhyuddin Zain dapat melahirkan jiwa dan keikhlasan dalam mengembangkam potensi SDM. Serta menjadi suri teladan, khususnya menciptakan Sulawesi Selatan yang cerdas dan berkarakter.

“Momentum ini saya sangat berharap sinergi positif untuk saling membangun antara Pemerintah Provinsi Sulsel dengan lembaga pendidikan tinggi seperti UIM bisa semakin erat sehingga dapat mengahsilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat luas,” pungkasnya.

Hadir juga Prof. KH Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal), Agus Arifin Nu’mang (Wakil Gubernur Sulsel Periode
2008-2018), Hamdan Juhannis (Rektor UIN Makassar), Muhammad Firdaus (Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Makassar), dan Basri Modding (Rektor UMI).■

UIMsmart News — Imam besar Masjid Istiqlal Prof DR Nasaruddin Umar MA mengajak Gubernur Sulsel dan semua elemen di daerah ini untuk mengusulkan dan mendorong AG Dr KH Muhyiddin Zain sebagai pahlawan nasional.

Hal itu diutarakannya pada taujiah Haul ke 42 Tokoh Pendidikan Islam Sulsel itu di auditorium KH Muhyiddin Zain Universitas Islam Makassar (UIM), Ahad (31/1/2021) sore tadi.

“Penghargaan kepada beliau bukan saja namanya ditetapkan sebagai nama jalan tapi layak menjadi pahlawan nasional karena tak kalah jasanya dengan tokoh lain yang telah ditetapkan pemerintah,” ujarnya saat berkesempatan hadir langsung pada Haul yang merupakan rangkaian Harla NU tersebut.

Wakil Menteri Agama pada Presiden SBY itu menyebutkan salah satu pertimbangan utama yakni dari aspek sosiologis, tokoh NU Sulsel generasi kedua itu disebut sebagai pembaharu. “Dari sebelumnya NU dipimpin tokoh dari pesantren tapi kemudian mulai dipimpin oleh kalangan kampus,” jelasnya.

Nasaruddin Umar merupakan salah seorang mahasiswa dari Rektor kedua IAIN (UIN) Alauddin Makassar bersama Prof Dr Iskandar Idy yang juga hadir memberikan kesaksian atas sosok dari ayahanda Rektor UIM DR Ir Hj A Majdah M Zain MSi tersebut.

“Hampir semua IAIN di Sulawesi dan Indonesia timur ada peran allahyarham di balik pendiriannya,” tambahnya.

Hadir pula pada puncak peringatan haul itu Rois Aam PBNU 1991-1992 Prof KH Ali Yafie secara virtual, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Gubernur Sulsel Prof Dr Nurdin Abdullah MArg. 

“Muhyiddin Zain teman akrab saya yang banyak berkontribusi bagi dakwah di Sulsel. Kami sering jalan bersama. Ia sosok rendah hati, alim, kalem dn ramah,” ujar ulama kharismatik Sulsel itu.

Hadir pula di kampus UIM perayaan Haul itu Ketua LLDIKTI IX Prof DR Jasruddin MSi, Rektor UIN Alauddin Prof Hamdan Juhanis, Wakil Gubernur Sulsel dua periode Agus Arifin Numang beserta keluarga besar AG Muhyiddin Zain.

Tokoh Islam, pendidikan dan cendekia dan pengurus NU hadir mengikuti legiatan tersebut di ruang virtual Zoom. “Kami berterima kasih dan terharu dengan perayaan Haul ayahanda kami ini, yang biasanya hanya keluarga yang merayakan,” ujar Majdah.■ fir

■ Sosok Pribadi yang Berkarakter

UIMsmart News — AG Muhyiddin memiliki wibawa yang besar di mata orang-orang yang ada di sekitarnya. Prof Dr Iskandar Idy MAg, Ketua Yayasan Al Gazali UIM di masanya, menyebutnya beliau sebagai satu di antara tiga tokoh yang disegani pada masa itu, yakni rektor Universitas Hasanuddin, rektor IKIP dan rektor IAIN. 

Wibawa itu ditunjang oleh ilmu yang dalam, penampilan lahiriah yang necis, sifat-sifat yang baik, ketaatan dalam menjalankan ibadah, relasi yang baik dengan banyak orang, dan sejumlah prinsip hidup yang kuat. 

Ia adalah salah satu tokoh panutan umat pada umumnya dan warga NU pada khususnya di Sulawesi Selatan. Ia adalah akademisi yang handal dan dihormati oleh masyarakat. 

Penghormatan yang luas itu tidak terlepas dari aktivitas beliau yang sering menyampaikan ceramah agama. Ceramah dibawakan dalam berbagai forum, seperti masjid dan muktamar. Ceramah atau khutbah Jumat yang disampaikan di Masjid Raya Makassar di Jalan Andalas, biasanya disiarkan secara langsung oleh RRI (Radio Republik Indonesia) Makassar.

Bahkan menurut penuturan Prof. Dr. Iskandar Idy, banyak warga masyarakat yang menantikan jadwal AG Muhyiddin menyampaikan ceramah yang disiarkan melalui radio. Prof. Iskandar menyebutnya sebagai orator yang baik.

Ketokohan itu paling tidak dilihat dari segi wibawa keilmuan, kepemimpinan, integritas, dan popularitas di kalangan masyarakat terpelajar. Informan ini juga mengatakan bahwa AG Muhyiddin sangat disegani oleh mahasiswa. 

Salah satu kekuatan AG Muhyiddin dalam menyampaikan pidato ialah cara penyampaian melalui bahasa yang mudah dipahami oleh audiens, penggunaan bahasa Indonesia yang bagus, suara yang khas dan jelas, dan gagasan-gagasan yang baru dan aktual.

Pada suatu kesempatan menyampaikan ceramah tarwih di Mesjid Raya Makassar sekitar tahun 1975-1978 ia menyatakan bahwa dalam menjalankan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, seseorang tidak hanya berdiam di masjid, memperbanyak ibadah, dan memperbanyak zikir. 

Lebih dari itu, orang yang menjalankan i‘tikaf hendaknya memanfaatkan momen itu untuk merenungkan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam dan memikirkan langkah-langkah untuk memajukan umat. 

Ia juga menyatakan bahwa nilai umur bagi manusia bukan ditentukan oleh lamanya hidup di dunia, tetapi ditentukan oleh kualitas umur manusia. Gagasan ini ia sampaikan dengan  merujuk kepada filosof muslim Ibnu Sina sekaligus menunjuknya sebagai contoh. Filosof ini meninggal dalam usia lebih sedikit dari lima puluh tahun. Gagasan ini tampaknya diterapkan oleh beliau sehingga apa yang disampaikan itu memiliki kekuatan, tidak hambar. 

Pada kesempatan lain sekitar tahun awal tahun 1970-an di Masjid Raya Darus  Salam Watan Soppeng, ia mengatakan bahwa gangguan yang terjadi pada alam disebabkan oleh faktor  fisik dan non fisik. Ketika itu, terjadi musim kemarau yang berkepanjangan di Sulawesi Selatan, termasuk Kabupaten Soppeng. 

Pada waktu itu ada laporan di media massa yang menyebutkan adanya kejadian alam yang menyebabkan terjadinya kemarau yang panjang. Sehubungan dengan hal itu, AG Muhyiddin mengingatkan bahwa musibah pada alam memang bisa jadi disebabkan oleh faktor-faktor yang sifatnya fisik. 

 Namun ia  juga mengingatkan bahwa keadaan yang terjadi pada lingkungan alam bisa juga disebabkan oleh faktor non-fisik. Dalam kaitan ini, ia mengingatkan bahwa perilaku manusia yang menyimpang dari tuntunan Allah bisa menjadi sebab adanya cobaan seperti kemarau yang dialami oleh masyarakat pada waktu itu. 

Pandangan ini sesungguhnya memiliki landasan teks yang kuat, baik dari Al-Qur’an mapun hadis dan sering disampaikan oleh mubalig yang lain, namun kata kunci faktor fisik dan non fisik sebagai penyebab cobaan membuat ceramah itu memiliki daya tariknya sendiri di kalangan jamaah.

Wawasan ilmiah menjadi salah satu daya pikat cermah beliau di kalangan orang-orang terpelajar. Pemikiran yang ia sampaikan itu sekaligus menjadi salah satu releksi dari pandangan teologisnya yang tradisional, mengikuti faham Ahlus Sunnah wal jamaah.

Ia bukan pemikir yang mengikuti aliran rasional, hanya mau menerima pandangan yang dirasakan sejalan dengan pendapat akal. 

Pada waktu menyampaikan pidato pada muktamar Darud Dakwah wal Irsyad di Pare-Pare pada tahun 1971 ia mengemukakan sebuah pernyataan yang diambil dari buku berbahasa Arab. 

Ketika itu ia mengutip pendapat yang mengatakan bahwa orangtua hendaknya tidak memaksakan anak-anak mereka untuk menjadi seperti apa yang mereka inginkan, sebab anak-anak itu lahir untuk zamannya sendiri. melalui kutipan ini, ia tampaknya memperkenalkan pemikiran tentang demokrasi pendidikan yang dikembangkan oleh tokoh muslim. 

Kutipan ini relevan dengan acara muktamar yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi Islam yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah. Ceramah pada waktu itu ia sampaikan di kampus Pesantren DDI Ujung Lare, Pare-pare.

Sebagai guru bahasa Arab, metode dan teknik mengajar yang dikembangkan oleh AG Muhyiddin tampaknya mengacu pada prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing yang menggunakan metode eklektik (gado-gado), campuran berbagai metode. Ia biasanya menggunakan bahasa asing tersebut dalam mengajar. Ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada dasarnya belajar bahasa itu adalah mendengarkan dan menirukan.

Ini juga sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa belajar bahasa harus dimulai dengan penggunaan kalimat. Beliau mengajarkan bahasa dan bukan sebatas mengajar tentang bahasa. Ia mengarahkan agar para siswa/mahasiswa memiliki pengetahuan dan skills (listening, writing, speaking, dan reading).

AG Muhyiddin menginginkan semua muridnya berhasil. Misalnya dengan memberi kesempatan menjawab atau berlatih bagi setiap murid di kelas, seperti ia peragakan saat memberikan bimbingan bahasa Arab pada calon peserta ujian sarjana muda Pendidikan Agama Islam di Soppeng, yang ketika itu berlangsung di gedung Sekolah Dasar negeri Ujungwatan Soppeng. 

Ia juga menerapkan prinsip yang menyatakan, guru bukan hanya mengajar kelas, namun mengajar setiap siswa di kelas. Sejalan dengan prinsip ini, sesuai apa yang dituturkan oleh KH Muhammad Ahmad maka ia menegur siswa yang kelihatannya malas mengikuti pelajaran.■ bersambung/fir

*) Sumber: Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)

■ Memimpin Organisasi Keagamaan Islam

UIMsmart News — AG Muyiddin Zain dikenal sebagai tokoh NU di Sulawesi Selatan. Peran ini ia jalani sejak kembali dari Yogyakarta, pada akhir tahun 1963. Pada tahun 1964 ia terpilih sebagai Wakil Ketua Taniziyah NU Sulawesi    Selatan. 

Pada tahun 1966 ia dipilih sebagai Ketua Panitia hari Lahir (harlah) Nahdlatul Ulama di daerah ini. Panitia inti pada waktu itu antara lain Drs H Abdurrahman yang lebih populer dengan sebutan Abdurrahman Bola Dunia (karena keaktifannya sebagai pengurus NU) sebagai sekretaris, dan Haji Kalla (ayahanda H Muhammad Jusuf Kalla) sebagai bendahara. 

Peringatan hari lahir ini masih dalam suasana politik pasca gestapu G30S/PKI. Seiring dengan suasana itu, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka Harlah tersebut meliputi pengarahan massa mulai dari Apel  akbar di lapangan Karebosi Makassar dan lapangan gasis watan Soppeng, resepsi Harlah di gedung olah raga Mattoanging Makassar; Pawai keliling kota Makassar dan kailah ke daerah hingga pembacaan doa selamat di masjid-masjid.

Usaha-usaha menonjol, yang dicatat oleh Abdurrahman Bola Dunia dengan sebutan proyek 

monumental, oleh Pengurus NU Sulawesi Selatan yang digerakkan oleh AG Muhyiddin, antara lain: mendirikan Panti Asuhan “Nahdliyat” yang dikelola oleh Muslimat NU dan dipimpin oleh Umi Aisyah Yhahir di Jalan Anuang Makassar, sampai sekarang.

Mendirikan taman Kanak-Kanak “Ade Irma Nasution” yang dikelola oleh Fatayat NU Sulsel dipimpin Salmah Bustami. Pembukaannya dilakukan oleh Nyonya AH Nasution di Jalan Irian no. 72 Makassar.

Mendirikan SMP dan SMA “Irnas” singkatan dari Irma Nasution. Sekolah ini dikelola oleh IPNU/IPPNU dan dipimpin oleh Jasan Faqih, Anwar Bustami, dan Aco Langa. Lokasinya di jalan Irian no. 72 Makassar. 

Mendirikan Poliklinik NU yang dikelola oleh SARBUMUSI Sulsel dan dipimpin oleh Aziz Jaya, Misbahuddin, dan La Nuri. Dan  mendirikan Akademi Dakwah yang dikelola oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan dipimpin oleh Husain Abbas dan Umar Syihab.

Peresmian dilakukan oleh Muh Natsir Said, Rektor Universitas Hasanuddin ketika itu. Ini juga membenarkan penialain yang dikatakan oleh Prof. Dr. Andi Rasdiana bahwa AG Muhyiddin  mempunyai hubungan yang baik dengan pimpinan perguruan tinggi di Makassar, 

seperti Universitas Hasanuddin, IKIP, Universitas Muslim Indonesia, dan juga dengan Pemerintah Daerah.

Akademi Dakwah kemudian berubah menjadi  Fakultas Dakwah dari Universitas Nahdlatul  Ulama. Dibentuk pula Banser (barisan Ansor  Serba Guna) di Makassar yang merupakan 

bagian dari gerakan Pemuda Ansor yang ketika itu dipimpin oleh HM. Saleh Bustami 

untuk wilayah Sulawesi Selatan dan Alwi Gani untuk wilayah Kotamadya Makassar. 

Peresmiannya dilakukan oleh Panglima Kodam XIN Hasanuddin, Solihin GP berlangsung di Lapangan Segitiga Balaikota Makassar. Juga menerbitkan surat kabar harian Duta Masyarakat edisi Sulawesi Selatan yang dikelola oleh Andi Baso Amir dan Dahlan Saleh. Pemimpin redaksi Rahman Arge dan staf redaksi terdiri dari Arsal Alhabsyi, Harun Rasyid Jibe, Abdurrahman, Sahabuddin Gading, dan Edi Sanjaya.

Serta mendirikan pemancar radio suara Aswaja Alkawakib yang beralamat di gedung ma’arif jalan Ujung 151/3 Makassar; dan mendirikan madrasah dan pesantren yang dikelola oleh ma’arif Sulsel di bawah pimpinan M Ya’la thahir bersama Andi Namba dan SD Hasyim Asy’ari yang diprakarsai oleh Abdullah Daud, Abdurrahman dan Abd Rahim, Kepala Lingkungan Lakkang bertempat di jalan Korban 40.000.30 Lembaga pendidikan ini sudah lama tidak dikenal ekistensinya. 

Lembaga pendidikan yang berkembang di kemudian hari di bawah pimpin Drs HM Amin Rahim di Jalan Ujung adalah SMP Ma’arif. Semangat seperti itu menginspirasi warga NU untuk mengembangkan lembaga pendidikan di kemudian hari. Pesantren yang didirikan oleh kader NU seperti KH Muhammad Haritsah dan juga pesantren NU di Maros, dan pesantren milik NU di Desa Sering Soppeng yang baru berumur sekitar delapan tahun. 

Salah satu usaha NU Sulawesi Selatan di bawah kepemimpinan AG Muhyiddin yang berkembang terus hingga sekarang adalah Universitas Nahdlatul Ulama yang mempunyai sejummlah fakultas di beberapa daerah seperti, Makassar, Soppeng, Bone, Tanete Bulukumba, dan Barru. 

Fakultas Dakwah di makassar merupakan cikal bakal dari Universitas Islam Makassar (UIM) yang berkembang cukup pesat hingga pada waktu sekarang. Jumlah mahasiswanya sekitar 5.000 orang. Universitas Nahdlatul Ulama mengalamai perubahan nama menjadi Universitas Al-Gazali karena tuntutan kondisi politik setelah tahun 1971, awal orde baru. 

Perubahan berikutnya adalah pembentukan Sekolah tinggi Ilmu Dakwah Al-Gazali dan Sekolah tinggi Ilmu Pertanian Al-gazali yang kemudian lebur ke dalam UIM sejak tahun 2000 hinga sekarang. Fakultas tarbiyah di beberapa daerah berubah menjadi STAI, yaitu STAI Al-gazali Soppeng, STAI Al-gazali Bone, dan STAI Al-Gazali Bulukumba. 

Fakultas Sospol dan Fakultas hukum di Soppeng dipisahkan dari organisasi Nahdlatul Ulama di kemudian hari. Belakangan Fakultas hukum (sekarang STLH) dikembalikan ke organisasi NU. AG Muhyiddin menjadi salah satu pemrakarsa utama dari pendirian UNNU di Sulawesi Selatan. Peran itu dapat ia lakukan karena didukung oleh pengalamannya sebagai guru dan dosen selama bermukim di  Yogyakarta dan tuntutan situasi pada waktu itu. 

Pada masa itu perguruan tinggi swasta yang lebih dahulu ada adalah Universitas Muslim Indonesia yang dikelola oleh sebuah badan wakaf yang pengurusnya terdiri dari para ulama dan tokoh masyarakat, Universitas Sawerigading yang diasuh oleh Prof Nuruddin Syahadat dan Universitas Muhammadiyah yang dikelola oleh organisasi Muhammadiyah. 

Pada awalnya UNNU Sulawesi Selatan merupakan cabang dari UNNU Jakarta/Bandung. Dies natalis I perguruan tinggi ini diadakan di Watan Soppeng dirangkaikan dengan pelantikan AG Muhyiddin Zain selaku kuasa rektor. Pelantikan dilakukan oleh rektor UNNU Bandung/Jakarta H Zubchan ZE di gedung DPRD II Soppeng pada tahun 1968. Pada masa ini Wakil Bupati Soppeng, Andi Bintang dan beberapa pejabat penting lainnya di jajaran pemerintah daerah adalah anggota NU. 

Pada saat AG Muhyiddin melanjutkan pendidikan S3 di Universitas Al-Azhar, jabatan rektor dilimpahkan sementara kepada Drs H Abd. Rahman (Bola Dunia), hingga kembali pada tahun 1976. menurut penjelalasan lisan AG Muhyiddin ketika baru tiba dari Cairo, pihak Universitas Al-Azhar menerima proposal disertasi yang ia ajukan. 

Ia dipersilahkan langsung untk menulis disertasi, sementara ada peserta program serupa dari Indonesia diharuskan terlebih dahulu untuk mengikuti bimbingan khusus sebelum menulis disertasi. Kesempatan selama berada di Cairo ia manfaatkan untuk mengikuti kursus bahasa Perancis. Sebelumnya, ia juga dikenal memiliki penguasaan bahasa Inggris yang baik. Ia kemudian kembali ke tanah air dan memimpin Universitas Al-Gazali (sekarang UIM) hingga wafatnya pada tahun 1979.■ bersambung/fir

*) Sumber: Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)

Memimpin Institut Agama Islam Negeri Alauddin 

UIMsmart News — Ustaz Muhyiddin termasuk orang pertama di Makassar yang menyandang  gelar sarjana dari perguruan tinggi agama Islam negeri. Ini merupakan suatu bentuk kepeloporan di bidang pendidian Islam. 

Kondisi ini memungkinkan dengan cepat ia diberi kepercayaan untuk memimpin fakultas. Kondisi itu ditunjang oleh pengalaman sebagai guru dan dosen di  Yogyakarta serta wibawa keilmuan dan sifat-sifat yang dikagumi orang yang bergaul  dengannya. Sejak bertugas di Makassar ia diberi kepercayaan menjadi Dekan Faklutas tarbiyah sebagai cabang dari IAIN Sunan Kalijaga yogyakarta. 

Dua fakultas cabang lainnya, yaitu Fakultas Syariah dipimpin oleh Drs. h. Umar Syihab (Prof. Dr. H Umar Syihab) sebagai dekan, dan Fakultas Ushuluddin  dipimpin oleh KH  Ali Yaie (Prof KH Ali Yaie) sebagai dekan. Pada tanggal 10 november 1965 IAIn Alauddin didirikan secara resmi yang merupakan gabungan dari tiga fakultas pada waktu itu. 

Rektor pertama adalah Haji Aroepala, yang juga menjabat sebagai Walikota Makassar. Untuk memenuhi persyaratan empat fakultas pada setiap institut pada waktu itu, maka dibukalah Fakultas Adab dan tugas sebagai dekan dipercayakan kepada Drs H Muhyiddin Zain.

Pakar bahasa Arab pada waktu itu masih kurang, maka dapat dimaklumi jika kemudian tugas itu dipercayakan kepada beliau, merangkap sebagai Dekan Fakultas tarbiyah. 

Kurang dari dua tahun setelah pendirian IAIN Alauddin, pada tanggal 28 januari 1967 Ustaz Muhyiddin dilantik sebagai rektor. Pelantikan ini merupakan realisasi dari  hasil rapat pada tanggal 30 november 1966. 

Pengembangan fakultas cabang meningkat tajam jumlahnya selama kepemimpinan Ustaz Muhyiddin sebagai rektor. Perkembangan ini merupakan respons terhadap permintaan  umat di berbagai daerah. Pada masa kepemimpinannya (1967-1972), didirikan sejumlah fakultas.

Yaitu: 1) Fakultas Adab (23 november 1967) di Makassar; 2) Fakultas tarbiyah Cabang Kendari (18 April 1968); 3) Fakultas tarbiyah Cabang Pare-pare (18 April 1968); 4) Fakultas tarbiyah Cabang Palu (18 April 1968); 5) Fakultas Syariah Cabang watampone (6 April 1968); 6) Fakultas Ushuluddin Cabang Palu (6 Agustus 1968); 7) Fakultas Dakwah Cabang Bulukumba (30 September 1970); 8) Fakultas tarbiyah Cabang Bau-bau (30 September 1970); dan 9) Fakultas tarbiyah Filial Gorontalo. 

Fakultas itu telah berubah status menjadi IAIN, yakni Gorontalo, Palu, Palopo dan Kendari. Dua lainnya masih berstatus STAIN, yakni STAIN Parepare dan watampone. Sementara itu, dua fakultas cabang dilikwidasi, yaitu cabang Bulukumba dan Bau-bau. 

Adapun Fakultas Adab tetap merupakan salah satu fakultas di  IAIN Alauddin yang sekarang telah berubah menjadi UIN Alauddin. Pada masa kepemimpinan Ustaz Muhyiddin dibuka pula beberapa Sekolah Persiapan IAIN yang sederajat dengan SMA  di beberapa daerah, terutama di Sulawesi Selatan. Di antaranya SP IAIN Makassar, watan Soppeng, Polewali, Parepare, Watampone, Bulukumba, Bau-bau, dan Ternate. 

Sekolah ini kemudian berubah nomen klatur menjadi madrasah Aliyah negeri sekitar awal tahun 1980-an. SP IAIN watan Soppeng mempunyai ilial di salah satu  ibukota kecamatan yang jaraknya 30 km dari sekolah induk di ibukota kabupaten.■ bersambung/fir

*) Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)

UIMsmart News — Keberangkatan Ust Muhyiddin ke Yogyakarta dengan tujuan utama untuk menuntut ilmu, juga tidak terlepas dari kondisi sosial politik yang penuh dengan goncangan di Sulawesi Selatan karena keberadaanDII/TII (Darul Islam Indonesia/Tentara Islam Indonsia) di bawah komando Qahar Muzakkar sejak awal tahun 1950-an.

Ustaz Muhyiddin pada paroh pertama tahun 1950-an agaknya sudah dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan memiliki pengetahuan agama yang dalam.

Menurut Dr Ir Hj. Andi Majdah, ketika itu timbul desas desus bahwa ia menjadi salah seorang sasaran kelompok bersenjata itu untuk diculik. Kelompok ini berhasil menculik KH Abdurrahman Ambo Dalle.

Setelah menikah, Ustaz Muhyiddin yang sedang menempuh pendidikan di

Yogyakarta memboyong isterinya ke kota ini. Semua putra putrinya dilahirkan di Yogyakarta,kecuali anak kedua, yakni Andi Maria.

Ketika itu, Ustaz Muhyiddin kembali ke Makassar sehubungan dengan kematiansalah seorang kerabat dari pihak isteri. Di Yogyakarta, keluarga Ustaz Muhyiddin pernah tinggal pada satu rumah bersama dengan dua keluarga lainnya.

Salah satunya adalah Prof. Dr. Ahmad Syalabi, dosen bantuan dari Universitas Al-Azhar Cairo ke IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ustaz Muhyiddin memilih jurusan Pendidikan bahasa Arab pada Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga. Selagi masih mahasiswa ia bertugas sebagai asisten Prof. Ahmad Syalabi dalam mata kuliah bahasa Arab.

Bahkan menurut Prof. Dr. H Andi Rasdiana, Ustaz Muhyiddin mengajar pada tingkat doktoral, yakni mahasiswa yang sudah lulus sarjana muda (meraih gelar Bachelor of Art) dan mengikuti pendidikan lebih lanjut untuk memperoleh gelar sarjana lengkap (Doktorandus/Doktoranda).

Mengajar menjadi salah satu aktivitas utama Ustaz Muhyiddin di Yogyakarta. Ia pernah mengajar beberapa tahun di MMT (Madrasah Muallimin Tinggi) di masjid Kauman Yogyakarta. Ia pergi mengajar dengan mengendarai sepeda yang jaraknya sekitar empat kilometer dari tempat tinggalnya.

Madrasah MMT dikelola oleh organisasi Muhammadiyah. Karena peran ini, maka ia dinilai dekat dengan pengurus organisasi ini. Ia sendiri dibesarkan dalam lingkungan keluarga Nahdlatul Ulama atau menganut paham keagamaan seperti dalam tradisi warga NU.

Menurut penuturan Hj. Andi Ukdah, Ustaz Muhyiddin sering diminta oleh warga masyarakat untuk menuliskan doa-doa untuk diamalkan. Permintaan ini biasanya dikabulkan oleh beliau dengan terlebih dahulu berwudu. Sebaliknya, ia sendiri sering menemui sesepuh di Soppeng dan membawa anak-anaknya untuk didoakan. Maksudnya, agar kelak anak-anaknya tumbuh dengan baik dan menjadi orang yang berguna.

KH Muhammad Ahmad yang pernah belajar di MMT Yogyakarta (tamat tahun 1961) sempat diajar oleh Ustaz Muhyiddin selama tiga tahun. Menurut pengakuannya, ia mengagumi metode Ustaz Muhyiddin dalam mengajarkan bahasa Arab. Ia selalu berbahasa Arab di dalam kelas, meminta siswa membaca secara bergilir, menjelaskan kosakata yang sulit dengan menyebutkan sinonimnya, atau menjelaskan maksud kalimat dengan bahasa Arab.

Biasanya, setelah mengajar beliau menugaskan siswa untuk membuat resume dari apa yang baru dipelajari dari aspek muthala‘ah, qawaid (nahwu saraf), dan balagah. Ia disenangi oleh siswa-siswa.

Dengan cara itu, siswa konsentrasi belajar dan merasakan peningkatan pengusaaan kosakata bahasa asing yang mereka pelajari.

Antusiasme siswa belajar pada saat itu juga didorong oleh keharusan untuk mengikuti ujian persamaan (dengan sekolah negeri). Selain dirasakan bagus, cara mengajarnya berkesan. Ia juga menegur siswa yang tampak malas belajar.

Ia kemudian diangkat sebagai dosen dengan status sebagai pegawai negeri sipil di IAIN Yogyakarta. Tugas di kampus ini ia laksanakan hingga akhir tahun 1963. Ia kemudian dipindahkan ke Makassar dan bertugas sebagai dosen di Fakultas Tarbiyah cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.■ bersambung/fir

 *) Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)

UIMsmart News — AG Drs KH Muhyiddin Zain dilahirkan di Soppeng pada 26 Januari 1927. Ia menamatkan sekolah dasar di sini. Desa kelahirannya tidak diketahui dengan pasti. Akan tetapi, menurut Hj Andi Madiana, salah seorang putrinya, kedua orangtuanya pernah tinggal di Lawo, sebuah kampung di kawasan kaki gunung yang juga diberi nama seperti itu.

Rumahnya ketika itu tertelak di depan masjid. Lawo terkenal dengan tanah pertaniannya yang sangat subur. hasil panen berupa padi, jagung, kacang tanah, dan sayur-sayuran, terutama, kol dipetik silih berganti. Desa ini dialiri sebuah sungai berbatuan, airnya dangkal dan mengalir deras. Pada musim kemarau airnya sangat jernih. Sungai itu juga dinamai sungai Lawo.

Kampung Lawo terletak sekitar tujuh kilometer dari kilometer nol di kota Watan Soppeng. Seiring dengan perubahan penataan wilayah kota, pintu gerbang kota Watan Soppeng pada waktu sekarang dari salah satu arah dipindahkan ke lokasi ini. 

Kedua orangtuanya kemudian pindah ke kota Watan Soppeng. Lokasi rumah yang pernah ditempati terletak di Jalan Merdeka, tak jauh di sebelah barat istana Datu Soppeng, yang terkenal dengan nama kompleks Laleng benteng (laleng dalam bahasa bugis: di dalam; benteng: benteng). 

Menurut Hj. Andi Ukdah, pada saat baru menikah, ia pernah tinggal di sini sebelum hijrah ke yogyakarta mengikuti suami. Lokasi rumah ini sekitar 500 meter di sebelah timur mesjid raya lama (Baital Makmur). 

AG Drs KH Muhyiddin Zainin menikah dengan Hj. Andi Ukdah pada tahun 1954. Saat itu KH Muhyiddin berumur 27 tahun dan sedang menempuh pendidikan di Yogayakarta, sementara Hj Andi Ukdah berusia 18 tahun. Kurang dari setahun setelah pernikahan itu, ia ikut pindah ke Yogyakarta, bermukim di sana sekitar tujuh tahun. rentang waktu itu dipergunakan Hj. Andi Ukdah untuk mepelajari bahasa jawa hingga dapat menuturkannya secara fasih. 

Keduanya diperjodohkan oleh pihak keluarga, meskipun sebelumnya mereka saling mengenal tetapi tidak akrab. Cinta di antara keduanya tumbuh setelah menjalin ikatan pernikahan.

Haji Andi Zainuddin dan keluarga kemudian pindah ke jalan Kesatria, di sebelah barat lapangan gasis (gabungan Sepak bola Indonesia Soppeng). Lapangan sepak bola ini beralih fungsi menjadi tempat upacara, salat Id, dan lapangan bola volly sekitar tahun 1979 setelah sebuah stadion dibangun di tempat lain yang diberi nama Stadion haji Andi Wana. 

Mereka menempati rumah panggung yang lebih rendah dari rata-rata rumah panggung lainnya. hingga sekarang rumah itu ditempati oleh salah seorang anaknya, yakni Hj. Andi Madiana. Di sebelah utara dari rumah itu secara berdampingan, dibangun lagi sebuah rumah permanen. Di rumah ini KH Muhyiddin biasanya menginap jika berkunjung ke Soppeng sewaktu bermukim di Makassar pada era tahun 1970-an.

Seluruh putra putri KH Muhyiddin lahir di Yoyakarta kecuali putri nomor dua. Semuanya memilih jalur pendidikan umum, namun putri yang bungsu, Andi Majdah, menyempatkan diri mendalami ilmu agama secara mandiri atas dorongan ayahnya. 

A Majdah menyelesaikan pendidikan S1 sampai S3 pada jurusan pertanian di Universitas Hasanuddin. Kini ia menjabat sebagai rektor Universitas Islam Makassar (UIM) dan sudah berperan pula sabagai mubaligah, mengikuti jejak sang ayah. 

KH Muhyiddin pernah berucap kepada Majdah kecil, bahwa ia bertugas memimpin IAIN, suatu waktu anaknya itu dapat sekolah di situ kemudian melanjutkan pendidikan ke Cairo, Mesir.

Majdah berperan aktif menyampaikan ceramah agama. Suatu waktu setelah selesai menyampaikan ceramah, salah seorang audiens di kabupaten Bulukumba menghampirinya dan mengatakan bahwa Majdah memperlihatkan kemiripan dengan gaya pidato ayahandanya.■ bersambung/fir

 *) Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)