Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
UIM – Hati adalah bagian terpenting dalam diri seorang hamba. Hati menjadi penentu baik dan buruknya amalan anggota tubuh yang lain, sekaligus menjadi penentu bernilai atau tidaknya amal pemiliknya. Di sisi lain, kemaksiatannya juga sangat merugikan. Selain akan mendatangkan aneka kemaksiatan yang lain, kemaksiatan hati juga dapat menghapus pahala amal yang dilakukan.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ تَفَرَّدَ بِجَلَالِ مَلَكُوْتِهِ، وَتَوَحَّدَ بِجَمَالِ جَبَرُوْتِهِ وَتَعَزَّزَ بِعُلُوِّ أَحَدِيَّتِهِ، وَتَقَدَّسَ بِسُمُوِّ صَمَدِيَّتِهِ، وَتَكَبَّرَ فِي ذَاتِهِ عَنْ مُضَارَعَةِ كُلِّ نَظِيْرٍ، وَتَنَزَّهَ فِي صِفَائِهِ عَنْ كُلِّ تَنَاهٍ وَقُصُوْرٍ، لَهُ الصِّفَاتُ الْمُخْتَصَّةُ بِحَقِّهِ، وَالْآيَاتُ النَّاطِقَةُ بِأَنَّهُ غَيْرُ مُشَبَّهٍ بِخَلْقِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مُوْقِنٍ بِتَوْحِيْدِهِ، مُسْتَجِيْرٍ بِحَسَنِ تَأْيِيْدِهِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ الْمُصْطَفَى، وَأَمِيْنُهُ الْمُجْتَبَي وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى كَافَةِ الْوَرَى ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ مَصَابِيْحِ الدُّجَى، وَعَلَى أَصْحَابِهِ مَفَاتِيْحِ الْهُدَى، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً
أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ وَاعْبُدُوْهُ، فَإِنَّ اللهَ خَلَقَكُمْ، لِذَلِكَ قَالَ تَعَالَى: فَمَن كَانَ يَرْجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah swt, Dzat yang tak henti-hentinya melimpahkan karunia dan nikmat-Nya kepada kita semua, termasuk nikmat taufik, hidayah, dan nikmat berjamaah seperti sekarang ini.
Shalawat teriring salam semoga tercurah kepada Baginda Alam, Habibana Muhammad saw. Shalawat dan salam juga semoga terlimpah kepada para sahabat, para tabiin, tabi’ tabiin-nya, hingga kepada kita semua selaku umatnya.
Tak lupa melalui mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat khusus kepada diri sendiri, umumnya kepada jamaah Jumat sekalian, marilah kita sama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sebab, hanya bekal takwa kita bisa lebih memaksimalkan ketaatan kita kepada-Nya dan menjauhkan diri dari segala bentuk larangan-Nya.
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Setiap anggota tubuh kita ada bentuk-bentuk maksiatnya. Mulai dari tangan, kaki, mata, telinga, hingga hati. Namun, di antara kemaksiatan paling merugikan yang dilakukan oleh anggota tubuh kita, tampaknya kemaksiatan hati. Mengingat kemaksiatan hati sendiri bersifat tersembunyi, sulit teridentifikasi dan sulit untuk diobati.
Oleh sebab itu, siapa pun yang di antara kita yang hendak menata dan menghindari kemaksiatan seluruh anggota tubuh kita, sebaiknya terlebih dahulu menata dan membersihkan hati. Tak terkecuali dari kebiasaan dan kemaksiatan-kemaksiatan yang biasa dilakukannya.
Kaitan dengan kemaksiatan hati, Syekh Abdullah ibn Hasan dalam kitab Sullam at-Taufiq-nya menguraikan kepada kita setidaknya ada 4 kemaksiatan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Muhammad Nawawi dalam Syarah Sullam at-Taufiq, Terbitan Daru Ihyail-Kutub al-‘Arabiyyah, halaman 63-65.
Maksiat hati yang pertama adalah riya saat beramal. Sebagaimana yang kita maklumi, riya sendiri beramal karena ingin terlihat baik di mata orang lain. Padahal, Allah sendiri telah melarang sifat ini, bahkan menyebutnya sebagai syirik kecil, sebagaimana dalam ayat Al-Qur’an:
فَمَن كَانَ يَرْجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
Artinya: “Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya,” (QS. Al-Kahfi [18]: 118).
Ditafsirkan para ulama, syirik dalam beribadah pada ayat ini adalah sifat riya atau beramal ingin terlihat orang lain. Selanjutnya, riya juga tidak hanya beramal ingin terlihat orang lain. Tetapi juga takut beramal semata takut terlihat orang lain juga termasuk riya yang dapat menggugurkan pahala amal itu sendiri, dan tergolong maksiat hati dan tercela di mata syariat.
Untuk menjauhi sifat riya, maka marilah kita memperbaiki niat ramal kita. Sayangilah amal kita agar tetap bernilai dan berpahala di sisi Allah. Tanamkan dalam hati, akibat sifat riya, amal yang kita lakukan hanya akan sia-sia dan tanpa balasan dari yang Maha Kuasa.
Selanjutnya, berbuatlah sewajarnya. Jangan pernah berlebihan. Stabilkan hati kita saat berbuat kebaikan. Jangan terganggu jika ada yang memuji amal kita. Begitu pun saat ada yang mencela. Ingat, beramallah karena Allah, bukan karena manusia. Betapa pun besar kecilnya amal, akan tampak di hadapan Allah dan akan dirasakan balasannya:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Artinya: “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat biji gandum, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya,” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8).
Hadirin rahimakumullah
Maksiat hati yang kedua adalah rasa ujub. Rasa atau sifat ujub sendiri yaitu melihat kemampuan beramal atau kemampuan taat kepada Allah datang dari diri sendiri. Sama halnya dengan sifat riya, sifat ujub juga dapat menghapus pahala amal. Tak hanya itu, sifat ujub biasanya ditandai dengan sifat takabur, sombong, angkuh, dan menolak kebenaran yang biasanya ditandai dengan melihat diri lebih terhormat, lebih mulia, dan lebih agung dari orang lain, serta melihat orang lain lebih rendah dari kita.
Dalam Al-Qur’an, sifat ujub dan sifat-sifat turunannya ini merupakan sifat yang tidak disukai Allah, sebagaimana dalam ayat yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong,” (QS. An-Nahl [16]: 23).
Selain itu, sifat sombong juga merupakan sifat yang membahayakan dan menjauhkan pelakunya dari balasan surga, sebagaimana yang diingatkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya:
لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
Artinya, “Tidak akan masuk surga bagi seseorang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari sifat takabur,” (HR. Muslim).
Untuk menghindari sifat ujub, sombong, dan takabur ini, maka sadarilah bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Semua manusia berasal dari tanah dan tercipta dari air hina. Sadari pula oleh kita bahwa yang membuat hamba istimewa di hadapan Allah hanyalah ketakwaan. Kendati ada perbedaan dan kelebihan harta atau jabatan, semua itu hanya titipan semata dari-Nya.
Sidang Jumat yang berbahagia
Maksiat hati yang ketiga adalah hasud dan dengki. Hasud artinya sifat tidak suka terhadap nikmat yang ada pada orang lain, bahkan jika bisa nikmat itu hilang dari orang tersebut dan beralih kepada diri kita. Sementara sifat dengki adalah menyembunyikan kebencian dan permusuhan terhadap orang lain. Orang yang memiliki sifat-sifat ini selalu merasa berat hatinya jika orang lain mendapat kebaikan atau nikmat.
Dalam Al-Qur’an, Allah sudah mewanti-wanti sifat hasud dan dengki ini. Salah satunya dalam ayat berikut ini:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ
Artinya: “Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain,” (QS. An-Nisa [4]: 32).
Sementara dalam haditsnya, Rasulullah saw juga sudah mengingatkan perihal bahayanya sifat hasud.
إِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Artinya: “Sesungguhnya sifat hasud dapat memakan kebaikan seperti halnya api memakan kayu bakar,” (HR. Abu Dawud).
Selain itu, ada lima bahaya lain bagi pemilik rasa hasud dan dengki, yaitu selalu merasa bingung dan sempit yang tak berkesudahan, musibah yang tak mendapat balasan, bermunculannya perbuatan tak terpuji, terkuncinya pintu hidayah, dan tertimpanya murka Allah.
Untuk menghindari sifat hasud dan dengki, marilah kita memperbanyak syukur dan rasa rida terhadap pemberian Allah. Sebab, datangnya sifat hasud dan dengki ini biasanya datang dari hati yang tidak puas terhadap karunia Allah.
Hadirin rahimakumullah
Terakhir, bentuk maksiat hati adalah merasa ragu kepada Allah dan putus asa terhadap rahmat-Nya. Padahal, selaku seorang mukmin, kita wajib memiliki ‘aqaidul iman dan keyakinan yang kuat terhadap Allah. Yakin terhadap wujud atau keberadaan-Nya dan sifat-sifat wajib lainnya. Keraguan kepada-Nya selain merupakan maksiat hati juga merupakan dosa besar.
Demikian halnya dengan sifat putus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah. Hal itu jelas merupakan hal yang dilarang dan tidak disukai Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:
لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ
Artinya: “Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Dzat yang mengampuni semua dosa,” (QS. Az Zumar [39]: 53).
Sifat ragu dan putus asa terhadap rahmat Allah, biasanya lahir sifat-sifat buruk lainnya seperti tidak sabar, tidak tawakal, menafikan takdir, bahkan sifat buruk sangka pada Allah.
Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Untuk menghindari sifat buruk sangka pada Allah, marilah kita tingkatkan keimanan, keyakinan, dan keilmuan tentang Allah. Ingat, apa pun yang berikan kepada hamba-Nya adalah baik dan mendatangkan hikmah. Hanya pengetahuan kita saja yang terbatas dan tidak mengetahui rahasia-Nya.
Semoga kita jauh dari macam-macam maksiat hati dan diberi pertolongan oleh Allah untuk menjauhinya agar kita mampu menghadap Allah dengan membawa hati yang bersih.
وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ ، يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ، إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْن. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَحَلاَلاً طَيِّبًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ وَالْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالْفَوْزَ بِالْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ. اللّهُمَّ قَنِّعْنَا بِمَا رَزَقْتَنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا أَعْطَيْتَنَا وَاخْلُفْ عَلَيْنَا كُلَّ غَائِبَةٍ لَنَا مِنْكَ بِخَيْرٍ بِرَحْمَتِكَ يآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
M. Tatam Wijaya: Penulis nuonline