UIMsmart.News — Penguasaan AG Muhyiddin dalam bahasa Arab diketahui oleh masyarakat luas, sebab ia sering bertugas sebagai interpreter di Masjid Raya Makassar. Dalam menjalankan tugas ini, ia biasanya berdiri di samping pembicara mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh pembicara. 

Setelah berselang beberapa waktu, tiga sampai lima menit, ia diberi kesempatan oleh pembicara untuk menerjemahkan. Dalam menjalankan peran itu, sama sekali tidak menggunakan kertas untuk mencatat, bertumpu sepenuhnya pada ingatannya terhadap apa yang baru saja ia dengar. 

Karena itu, ada jamaah yang pernah menyaksikan berkomentar, bahwa sepertinya ia lebih pandai dari orang yang pidatonya diterjemahkan itu. Sebab, ia mengetahui apa yang dipidatokan orang lain. 

Kemampuan AG Muhyiddin menjalankan peran sebagai interpreter agaknya diakui oleh banyak orang. walaupun di antara tokoh agama dan ulama yang hadir masjid terdapat alumni Timur Tengah, namun peran sebagai interpreter biasanya diberikan kepada beliau. 

Pengakuan terhadap penguasaan AG Muhyiddin di bidang bahasa Arab ditandai juga dengan pengangkatan beliau sebagai dosen bahasa Arab di IAIN Sunan Kalijaga. Ia dikenal sebagai asisten dari Prof. Dr. Ahmad Syalabi, dosen bantuan Mesir untuk IAIN Yogyakarta.

Prof Ahmad Syalabi dikenal banyak orang di lingkungan perguruan tinggi agama Islam, sebab ada beberapa buku karangannya disediakan di perpustakaan, seperti di perpustakaan IAIN

Alauddin pada waktu itu. Kedekatan AG Muhyiddin dengan Prof. Ahmad Syalabi, tidak hanya terjalin dalam hubungan dosen dan mahasiswa, dosen dan asisten, tetapi mereka pernah menempati rumah yang sama di Yogyakarta.

Pengakuan akan penguasaan AG Muhyiddin dalam bidang bahasa Arab memungkinkan ia diterima sebagai mahasiswa program S3 di Universitas Al-Azhar, kerja sama antara perguruan tinggi agama di lingkungan Departemen Agama dengan universitas tersebut. 

Ia menjelaskan bahwa ia termasuk salah seorang peserta program tersebut dari Indonesia yang diberi kesempatan untuk langsung menulis disertasi, sementara beberapa mahasiswa lainnya diharuskan mengikuti bimbingan dalam bentuk tatap muka.

Selama mengikuti program doktor tersebut ia pernah diberi kesempatan untuk menyampaikan khutbah di salah satu mesjid di kota Cairo. menurut penuturan Hj. Andi Ukdah (78 tahun), usai menyampaikan khutbah, ia mendengar pujian jamaah yang mengikuti khutbah tersebut dari segi kefasihan dan isi khutbah. 

Peristiwa itu terjadi pada saat Andi Ukdah diajak AG Muhyiddin mampir di Cairo setelah bersama-sama menjalankan ibadah haji di tanah Suci Makkah. 

Harapan untuk meningkatkan penguasaan bahasa Arab di kalangan mahasiswa dilakukan pula AG Muhyiddin dengan mendatangkan dosen bantuan dari Universitas Al-Azhar Cairo yang ditempatkan di kampus IAIN pusat di Makassar dan fakultas cabang di daerah. 

Perhatian yang ia tunjukkan terhadap dosen bantuan ini sangat besar. Menurut penuturan AG HM Sanusi Baco, AG Muhyiddin pernah bersama dengan beliau melakukan kunjungan ke Watampone karena mendengar kabar bahwa dosen bantuan yang ditugaskan di Fakultas Syariah di kota itu jatuh sakit. 

Kunjungan itu dimaksudkan untuk memberikan semangat menjalankan tugas yang sudah dijalani di tempat itu kurang lebih dua tahun. Momen ketika itu dimanfaatkan juga untuk mengunjungi kerabatnya di Kabupaten Wajo yang baru saja dilanda musibah kebakaran.

Selain dari peristiwa itu, kepedulian terhadap orang lain merupakan salah satu sifat yang melekat pada diri beliau. Bahkan secara umum, ia sering mengajak orang lain untuk sama-sama meraih kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Ia suka memberi bimbingan dan motivasi, kepada yuniornya di kampus maupun organisasi. 

Terdapat sejumlah kenangan yang mengesankan tentang AG Muhyiddin dari sejumlah orang yang bergaul banyak dengannya. AG HM Sanusi Baco, Ketua Umum Majelis Ulama Provinsi Sulawesi Selatan, menilai AG Muhyiddin sebagai tokoh NU yang moderat.

Sewaktu menjabat sebagai rektor IAIN Alauddin ia merangkul orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, dari NU maupun Muhammadiyah.

Pernyataan yang maksudnya kurang lebih sama disampaikan oleh Prof. Dr. H Abdurahman Idrus, MPd., tokoh PMII yang pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Koordinator Cabang PMII Sulawesi Selatan. Pada masa beliau menjadi rrektor, ia memberi kesempatan orang-orang di luar NU untuk menjadi wakil rektor maupun sebagai tenaga dosen.

Dalam ungkapan yang lain, Prof. Dr. Andi Rasdiana mengatakan bahwa dalam memimpin ia tidak pilih kasih, dan tidak menimbulkan sekat-sekat perbedaan dalam berinteraksi dengan teman-teman sejawat dan stafnya. Sikap seperti itu dikenang oleh banyak orang yang merasakan dan menyaksikan suasana kampus sekarang yang sering diwarnai dengan pengelompokan yang tajam di antara dosen dan persaingan yang tajam untuk memperubutkan kursi pimpinan di tingkat institut/universitas dan fakultas.■ bersambung/fir

*) Sumber: Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)