UIMsmart News — AG Drs KH Muhyiddin Zain dilahirkan di Soppeng pada 26 Januari 1927. Ia menamatkan sekolah dasar di sini. Desa kelahirannya tidak diketahui dengan pasti. Akan tetapi, menurut Hj Andi Madiana, salah seorang putrinya, kedua orangtuanya pernah tinggal di Lawo, sebuah kampung di kawasan kaki gunung yang juga diberi nama seperti itu.

Rumahnya ketika itu tertelak di depan masjid. Lawo terkenal dengan tanah pertaniannya yang sangat subur. hasil panen berupa padi, jagung, kacang tanah, dan sayur-sayuran, terutama, kol dipetik silih berganti. Desa ini dialiri sebuah sungai berbatuan, airnya dangkal dan mengalir deras. Pada musim kemarau airnya sangat jernih. Sungai itu juga dinamai sungai Lawo.

Kampung Lawo terletak sekitar tujuh kilometer dari kilometer nol di kota Watan Soppeng. Seiring dengan perubahan penataan wilayah kota, pintu gerbang kota Watan Soppeng pada waktu sekarang dari salah satu arah dipindahkan ke lokasi ini. 

Kedua orangtuanya kemudian pindah ke kota Watan Soppeng. Lokasi rumah yang pernah ditempati terletak di Jalan Merdeka, tak jauh di sebelah barat istana Datu Soppeng, yang terkenal dengan nama kompleks Laleng benteng (laleng dalam bahasa bugis: di dalam; benteng: benteng). 

Menurut Hj. Andi Ukdah, pada saat baru menikah, ia pernah tinggal di sini sebelum hijrah ke yogyakarta mengikuti suami. Lokasi rumah ini sekitar 500 meter di sebelah timur mesjid raya lama (Baital Makmur). 

AG Drs KH Muhyiddin Zainin menikah dengan Hj. Andi Ukdah pada tahun 1954. Saat itu KH Muhyiddin berumur 27 tahun dan sedang menempuh pendidikan di Yogayakarta, sementara Hj Andi Ukdah berusia 18 tahun. Kurang dari setahun setelah pernikahan itu, ia ikut pindah ke Yogyakarta, bermukim di sana sekitar tujuh tahun. rentang waktu itu dipergunakan Hj. Andi Ukdah untuk mepelajari bahasa jawa hingga dapat menuturkannya secara fasih. 

Keduanya diperjodohkan oleh pihak keluarga, meskipun sebelumnya mereka saling mengenal tetapi tidak akrab. Cinta di antara keduanya tumbuh setelah menjalin ikatan pernikahan.

Haji Andi Zainuddin dan keluarga kemudian pindah ke jalan Kesatria, di sebelah barat lapangan gasis (gabungan Sepak bola Indonesia Soppeng). Lapangan sepak bola ini beralih fungsi menjadi tempat upacara, salat Id, dan lapangan bola volly sekitar tahun 1979 setelah sebuah stadion dibangun di tempat lain yang diberi nama Stadion haji Andi Wana. 

Mereka menempati rumah panggung yang lebih rendah dari rata-rata rumah panggung lainnya. hingga sekarang rumah itu ditempati oleh salah seorang anaknya, yakni Hj. Andi Madiana. Di sebelah utara dari rumah itu secara berdampingan, dibangun lagi sebuah rumah permanen. Di rumah ini KH Muhyiddin biasanya menginap jika berkunjung ke Soppeng sewaktu bermukim di Makassar pada era tahun 1970-an.

Seluruh putra putri KH Muhyiddin lahir di Yoyakarta kecuali putri nomor dua. Semuanya memilih jalur pendidikan umum, namun putri yang bungsu, Andi Majdah, menyempatkan diri mendalami ilmu agama secara mandiri atas dorongan ayahnya. 

A Majdah menyelesaikan pendidikan S1 sampai S3 pada jurusan pertanian di Universitas Hasanuddin. Kini ia menjabat sebagai rektor Universitas Islam Makassar (UIM) dan sudah berperan pula sabagai mubaligah, mengikuti jejak sang ayah. 

KH Muhyiddin pernah berucap kepada Majdah kecil, bahwa ia bertugas memimpin IAIN, suatu waktu anaknya itu dapat sekolah di situ kemudian melanjutkan pendidikan ke Cairo, Mesir.

Majdah berperan aktif menyampaikan ceramah agama. Suatu waktu setelah selesai menyampaikan ceramah, salah seorang audiens di kabupaten Bulukumba menghampirinya dan mengatakan bahwa Majdah memperlihatkan kemiripan dengan gaya pidato ayahandanya.■ bersambung/fir

 *) Makalah penelitian berjudul “HAJI MUHYIDDIN ZAIN: Tokoh Pendidikan tinggi Islam di Sulawesi Selatan” Oleh HM Hamdar Arraiyyah (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta Pusat)